Isra' Mi'roj Nabi Muhammad |
Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha
yang Telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat. (Q.S. Al-Isra’ : 1)
Isra’ adalah perjalanan mendatar (horizontal) dari
Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Hal ini
mengisyaratkan tentang proses pertumbuhan yang bersifat kuantitatif.
Mi’raj adalah perjalanan menaik (vertical) dari Masjidil Aqsha menuju
Sidratul Muntaha, perjalanan Rasulallah saw. Yang
berangkat dari bumi yang rendah menuju tempat yang tinggi untuk
menghadap Allah swt, mengisyaratkan adanya proses perkembangan yang
bersifat kuantitatif.
Manusia sebagai makhluk
yang paling sempurna, memahami hidup ini untuk menjalani proses
pertumbuhan dan proses perkembangan. Pertumbuhan
lebih menekankan pada proses jasmani yang bersifat kuantitatif misalnya :
dari kecil menjadi besar, dari kurus menjadi gemuk, dari ringan menjadi
berat, dari rendah menjadi tinggi dan
seterusnya. Untuk menjalani itu Allah memberi kekuatan ke bawah yaitu
perut dan syahwat.
Proses perkembangan lebih
menekankan mental yang bersifat nilai
bukan materi. Proses ini lebih berbicara kualitas hidup misalnya ; dari
bodoh menjadi pandai, dari hina menjadi mulia, dari terlaknat menjadi
terhormat, dari syirik menjadi tauhid, dari maksiat menjadi taat dan lain-lain. Untuk menjalani proses ini Allah
menganugrahkan kekuatan uluhati ke atas yang ada di dada yang ada di
kepala yaitu hati dan otak.
Kedua proses yang tidak bisa dipisahkan tersebut, pada
dasarnya proses perkembangan yang menjadi pembeda
antara manusia denganmakhluk biologis kainnya. Proses perkembangan
adalah proses manusiawi yang tidak dialami oleh tumbuhan, hewan bahkan
Malaikat sekalipun. Sedangkan proses pertumbuhan adalah proses
yang dialami oleh semua makhluk biologis.
Dalam proses Isra’
Mi’raj kita juga diingatkan pada tiga titik atau tempat. Tempat yang
paling penting yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Sidratul
Muntaha. Hal ini mengingatkan tiga peristiwa penting dalam perjalanan
hidup manusia yaitu kelahiran, kematian dan kebangkitan kembali sedudah
mati. Itulah tiga peristiwa yang diyakini oleh orang yang beriman. Kita
perlu mengingat tiga peristiwa penting tersebut karena idiologi
materialisme dan filsafat yang salah menyeret kita untuk memiliki
pemahaman bahwa hidup ini hanya proses biologis
dari kelahiran menuju kematian kemudian selesai.
Dalam
proses perjalanan hidup manusia, kelahiran merupakan masa transisi dari
alam kandungan menuju alam dunia, kematian adalah adalah masa transisi
dari alam dunia menuju alam kubur dan kebangkitan kembali adalah masa
transisi dari alam kubur menuju alam akhirat. Tidak
ada seorangpun yang bisa mengelak
atau menghindar dari tiga peristiwa tersebut. Seharusnya manusia
selamat atau melintasnya sebagaimana do’a nabi Isa as. Uang diabadikan
dalam Al-Qur’an agar kita selalu menirunya :
Dan
kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari Aku dilahirkan,
pada hari Aku meninggal dan pada hari Aku dibangkitkan hidup kembali".
(Q.S. Maryam : 33).
Jika kematian diangkat akhir proses hidup, jika kematian
dianggap finish perjalanan kemanusiaan itu, jika
setelah mati tidak ada ceritanya lagi, tentu rugilah hidup kita sebagai
manusia, jika setelah mati tidak ada hidup lagi dan permbauatan manusia
di dunia yang baik dan juga yang buruk, yang benar dan yang salah tidak
ada konsekuensinya sesudah mati, lantas dimana
idealisme keadilan yang sering dicuri, diperjuangkan dan dituntut
manusia itu akan terbukti. Kehidupan seduah mati merupakan suatu
keharusan bagi manusia yang beriman, yang sadar bahwa manusia lebih
sempurna, lebih mulia dan lebih cerdas dari pada makhluk yang lain.
Hidup bagi manusia
adalah proses dinamis proses proses ke masa depan, maka perjalanan Isra’
Mi’raj adalah isyarat tentang bagaimana msnusia menatap masa depan. Masa depan manusia secara garis besar terbagi
menjadi dua yaitu masa depan sebelum mati dan masa depan sesuah mati.
Masa depan dari lahir sampai mati, simbulnya perjalanan dari masjidil
Haram ke Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. Masa
depan sebelum mati lebih bersifat pasti.
Dan carilah pada apa yang Telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Q.S. Al-Qoshoshh : 77).
Jika dunia bersifat mungkin dan akhirat bersifat pasti, maka
firman Allah tersebut mengajarkan kepada kita untuk serius terhadap yang
pasti dan jangan melupakan yang mungkin.
Sedangkan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih
kekal daripada kehidupan dunia (QS. Al A’la : 17)
Setelah kita memahami bahwa hidup adalah untuk
menjalankan proses pertumbuhan dan proses perkembangan dan hidup juga
harus berorientasi pada masa depan. Untuk itu kita diisyaratkan dengan
peristiwa pembedahan hati Nabi Muhammad SAW oleh
Jibril a.s. Pembedahan dada untuk membersihkan hati beliau merupakan
isyarat bahwa hati adalah persoalan paling penting dalam kehidupan
manusia. Baginda Rasulallah bersabada :
"Ketahuilah,
sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, apabila ia baik, maka
baiklah pada seluruh tubuh. Apabila ia rusak, maka rusaklah pula seluruh
tubuh ketahuilah ia adalah hati" (H.R.
Bukhori Muslim).
Dengan hati bersih kita akan memiliki radar yang
sensitif mana petunjuk, mana godaan dan mana
rayuan, mana yang kita pilih dan kita tolak, kapan kita terus berjalan,
berhenti atau belok. Dengan hati yang bersih hidup kita setia kepada
visi dan missi. Kita akab selalu memiliki aksi yanng berorientasi bukan
sibuk bereaksi. Isra' Mi'raj mengajar kita menjadi pribadi yang visioner
bukan reaksioner, bagaimana tidak ? perjalanan sudah terprogram, dengan
waktu yang telah ditentuka, dengan kendaraan yang bida diandalkan
(Buraq), dengan pemandu yanng sangat berpengalaman, cerdas, jujur dab
setia (Jibril as.) dengan lingkungan yang diberkati (Kondusif).
Hati yang beningn adalah hati yang selalu terpelihara, yang selalu disucikan dengan tazkiyatun
nafs atau management qoblbu. Hati yang selalu dihiasi
oleh aqidah, selamat dan bersih dari syirik, ibadah yang benar, bersih
dari bid'ah dan akhlak yang terpuji bebas dari sifat-sifat
jahiliyah. Hati semacam inilah yang akan
kita persembahkan nanti ketika kita menghadap
Rabbul Jalil meraih Ridhanya. Firman Allah swt :
Di hari harta
dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.
Q.S. As Syu'ara' ayat
88-89).
Dalam perjalanan Isra' Mi'raj baginda Rasulullah saw
diperlihatkan adanya syurga dan neraka, perjumpaan beliau dengan arwah para Nabi serta Perjumpaan beliau dengan beberapa
peristiwa yang merupakan pelajaran bagi beliau dan ummatnya.
Isra' Mi'raj sebagai simbul atau meniatur perjalanan
hidup manusia puncaknya adalah turunya surat keputusan
(SK) untuk mengerjakan shalat lima waktu sebagai
cara mengingat Allah (Q.S. Thoha : 24). Agar manusia senantiasa ingat
terhadap keberadaan dirinya, selalu menjadi penegak kebenaran, kesabaran
dan menundang pertolongan Allah SWT, agar terhindar dari perbuatan keji
dan mungkar (Q.S. Al-'ankabut : 45). Dengan selalu tertib mendirikan
shalat lima waktu, Allah SWT siap melimpahk
pertolongan dan berhakNya terhadap perjalanan hidup kita dari dunia
sampai diakherat kelak. Nasrun minallah.